HOME

Jumat, 14 April 2017

KAJIAN Al-QOWAID Al-ARBA’ - 3



Oleh : Abu Yusuf Akhmad Ja’far

Muqoddimah
الحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَ يَرْضَى ، وَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَآيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَ لَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَ إِنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ تَعَالَى ، وَ خيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ، وَ شَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَاتِ بِدْعَةٍ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٍ
أمَّا بَعْدُ ،
Segala pujia bagi Allah atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya. Betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, namun tidak banyak nikmat yang diberikan olehNya kita manfaatkan untuk kebaikan dan ketaatan. Patut bagi kita untuk selalu intropeksi diri setiap langkah yang kita lalui dalam kehidupan dunia ini. 

Kaidah Kedua

القاعدة الثانية

أنّهم يقولون: ما دعوناهم وتوجّهنا إليهم إلا لطلب القُرْبة والشفاعة، فدليل القُربة قوله تعالى: {وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ}[الزمر:3].ودليل الشفاعة قوله تعالى: {وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ}[يونس:18]، والشفاعة شفاعتان: شفاعة منفيّة وشفاعة مثبَتة:  فالشفاعة المنفيّة ما كانت تٌطلب من غير الله فيما لا يقدر عليه إلاّ الله، والدليل: قوله تعالى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ}[البقرة:254]. والشفاعة المثبَتة هي: التي تُطلب من الله، والشّافع مُكْرَمٌ بالشفاعة، والمشفوع له: من رضيَ اللهُ قوله وعمله بعد الإذن كما قال تعالى: {مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ}[البقرة:255].
Mereka (musyrikin) berkata “Kami tidaklah berdoa dan tidak mempersembahkan ibadah kepada mereka (sembahan selain Allah) kecuali untuk mencari qurbah (supaya mereka mendekatkan diri kami  dengan Allah) dan meminta syafaat (meminta mereka jadi perantara untuk mendo’akan kami)” Dalil tentang Qurbah adalah firman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Dan orang-orang yang mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah (berkata):”Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar: 3). Adapun dalil tentang syafa’at adalah firman Allah Ta’ala,
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka (musyrikin) berkata: “Mereka (sembahan selain Allah) itu adalah perantara kami di sisi Allah” (QS. Yunus: 18).
Syafa’at itu ada 2 macam:
1. Syafa’at manfiyah (yang ditolak keberadaannya).
2. Syafa’at mutsbatah (yang ditetapkan keberadaannya).
Syafa’at manfiyah (ditolak) adalah syafa’at yang diminta kepada selain Allah, dalam perkara yang tidak satupun yang mampu memberikannya kecuali Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Baqarah: 254).
Syafa’at mutsbatah (ditetapkan) adalah syafa’at yang diminta dari Allah. Orang yang mensyafa’ati (memperantarai dengan cara mendo’akan, pent.) itu dimuliakan (oleh Allah) dengan syafa’at tersebut, sedangkan yang mendapatkan syafa’at adalah orang yang Allah ridhai, baik ucapan maupun perbuatannya, sesudah Allah mengizinkannya. (Hal ini) sebagaimana firman Allah Ta’ala,
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ
“Siapakah yang mampu mensyafa’ati di sisi Allah tanpa izin-Nya?” (QS. Al- Baqarah: 255).
Penjelasan

Kaidah Kedua, kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyekutukan Allah dalam Rububiyyah-Nya, namun, mereka menyekutukan Allah dalam Uluhiyyah-Nya (Ibadah).
Di dalam bab ini terdapat penjelasan tentang batilnya salah satu alasan pokok kaum musyrikin zaman sekarang dalam menyembah selain Allah, bahwa alasan mereka sama persis dengan alasan kaum musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kaum yang Allah sebut musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengatakan sesungguhnya sesembahan-sesembahan mereka itu bisa menciptakan, memberi rezeki, memberi manfa’at kepada mereka atau menolak bahaya dari diri mereka.
Merekapun tidak meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka bisa mengatur alam semesta sebagaimana Allah Ta’ala. Akan tetapi, Mereka meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka itu hanya sebatas perantara yang diharapkan menyampaikan kebutuhan mereka kepada Allah Ta’ala dan diharapkan pula perantara-perantara tersebut mendekatkan diri mereka kepada Allah, sehingga Allah memenuhi kebutuhan mereka. Walaupun status sesembahan-sesembahan mereka itu diyakini hanya sebatas perantara, namun hakikatnya inilah inti kesyirikan kaum musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau perangi, karena Allah Ta’ala nyatakan mereka berstatus musyrik.

Dalil-dalil dalam kaedah kedua ini
Dalam kaedah ini ada empat ayat Al-Qur`an, yaitu:
1. Firman Allah dalam Az-Zumar: 3
Bantahan terhadap syubhat musyrikin mencari qurbah (kedekatan dengan Allah) dalam melakukan peribadatan kepada selain Allah.
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Dan orang-orang yang mengambil wali-wali, penolong selain Allah (berkata), ‘ Tidaklah kami menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.”
Penjelasan:
  1. Firman Allah Ta’ala {أَوْلِيَاءَ}, “wali-wali”, ini  menunjukkan penamaan sesembahan dengan wali tidak merubah hakikat kesyirikan.
  2. Firman Allah Ta’ala  {نَعْبُدُهُمْ}“kami menyembah mereka” ini menunjukkan mereka mengakui jika menyembah sesembahan selain Allah. Hanya saja syubhat mereka adalah hal itu tidak mengapa kalau sebatas hanya sebagai perantara. Padahal inilah yang dibantah dalam ayat yang agung ini.
  3. Firman Allah Ta’ala {إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى},  “melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”, dalam ayat ini, mereka tidaklah mengatakan bahwa alasan menyembah selain Allah adalah karena mereka meyakini sesembahan-sesembahan itu bisa mencipta, memberi rezeki, mengatur alam semesta, atau selainnya dari makna Rububiyyah, bukan demikian. Akan tetapi, semata-mata alasan mereka adalah karena mencari qurbah ( upaya agar sesembahan-sesembahan itu mendekatkan diri mereka kepada Allah).
  4. Firman Allah Ta’ala {كَاذِبٌ كَفَّارٌ}, “pendusta dan sangat ingkar,” ini menunjukkan bahwa mereka disebut pendusta karena mereka mengklaim sesembahan tersebut bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah, padahal tidak demikian. Dan dikatakan kafir, karena mereka telah mempersembahkan ibadah kepada selain Allah.

Kesimpulan:
Jadi, orang yang beralasan menyembah selain Allah, dengan harapan sebagai wasilah (perantara), maka statusnya sama dengan musyrikin dulu, yaitu sama-sama telah melakukan perbuatan kekafiran.

2. Firman Allah dalam Yunus: 18
Bantahan terhadap syubhat orang-orang musyrik berupa meminta Syafa’ah kepada selain Allah, dalam melakukan peribadatan kepadanya.
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat menimpakan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula memberi kemanfa’atan, dan mereka (musyrikin) berkata, ‘Mereka (sembahan selain Allah) itu adalah pensyafa’at kami di sisi Allah.”

Penjelasan :
  1. Firman Allah Ta’ala {وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ}, ““Dan mereka menyembah selain Allah” ini menunjukkan bahwa mereka itu melakukan kesyirikan, karena menyembah selain Allah.
  2. Firman Allah Ta’ala {مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ}, “apa yang tidak dapat menimpakan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula memberi kemanfa’atan,” ini menunjukkan bahwa sesembahan-sesembahan tersebut tidak mampu menimpakan bahaya dan memberi manfa’at sedikitpun. Dan hakikatnya kaum musyrikin tersebut mengakui hal ini, karena mereka sekedar menganggap bahwa sesembahan-sesembahan  tersebut adalah pensyafa’at mereka.
  3. Firman Allah Ta’ala {هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ}, ““Mereka (sembahan selain Allah) itu adalah pensyafa’at kami di sisi Allah,” ini menunjukkan alasan kesyirikan mereka tholabus syafa’ah (minta diperantarai untuk dimintakan kebutuhan mereka kepada Allah).
Kesimpulan:
Jadi, orang yang beralasan meminta syafa’at kepada selain Allah, dalam melakukan peribadatan kepadanya, seperti berdo’a kepadanya, menyembelih hewan kurban untuknya, bernadzar untuknya dan selainnyamaka statusnya sama dengan orang-orang dulu, yaitu sama-sama telah melakukan penyembahan kepada selain Allah.

Alasan kaum musyrikin dalam menyembah selain Allah
Dalam kaidah kedua ini, alasan kaum musyrikin dalam menyembah selain Allah adalah mereka tidaklah menyembah sesembahan selain Allah kecuali dengan maksud:
  1. Mencari qurbah (kedekatan dengan Allah) agar sesembahan tersebut mendekatkan diri mereka kepada Allah, sehingga dengan kedekatan itu mereka berharap Allah memenuhi kebutuhan mereka. Adapun alasan mereka mengambil perantara dalam memenuhi kebutuhan mereka dan tidak langsung berdo’a kepada Allah adalah karena mereka merasa banyak dosa, sedangkan sesembahan-sesembahan (para Nabi, Wali, atau selainnya) itu orang-orang yang bertakwa, sehingga dekat dengan Allah.
  2. Meminta Syafa’ah (meminta dido’akan/diperantarai) agar sesembahan tersebut menjadi perantara antara mereka dengan Allah, sehingga sesembahan tersebut bisa memintakan kebutuhan mereka kepada Allah (mendo’akan mereka).
  3. Hakikatnya kedua maksud ini, yaitu mencari qurbah dan
  4. meminta syafa’ah intinya sama, ditinjau dari sisi bahwa keduanya diyakini oleh kaum musyrikin sama-sama sebagai sebab agar Allah memenuhi kebutuhan mereka, padahal Allah tidak menjadikannya sebagai sebab.
  5. Memahami ayat dengan pemahaman yang bathil, yaitu ayat ini
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.(QS. Al-Maidah : 35) Riwayat dari Qotadah bahwa Wasilah yang dimaksud dalam ayat ini adalah mendekatkan diri kepada Allah  dengan ketaatan dan amal shaleh yang di ridhoi oleh Allah.[1]

Bentuk penyembahan yang mereka lakukan
Sedangkan untuk mencapai kedua maksud ini (Qurbah dan Syafa’at), maka kaum musyrikin melakukan penyembahan kepada sesembahan selain Allah dengan berbagai bentuk ibadah, seperti berdo’a, menyembelih kurban, bernadzar atau ibadah yang lainnya.
Ibadah-ibadah ini dipersembahkan kepada sesembahan selain Allah, agar menjadi perantara antara mereka (musyrikin) dengan Allah dalam memintakan kebutuhan mereka kepada-Nya.


Keyakinan kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
  1. Mereka meyakini bahwa Allah lah satu-satunya Sang Pencipta, Sang Pengatur, dan Sang Pemilik alam semesta.
  2. Mereka meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka (para Nabi, Wali, orang-orang shaleh atau selainnya) itu tidak bisa menciptakan, mengatur dan tidak memiliki alam semesta ini.
  3. Namun, kendati demikian, mereka mengakui bahwa para Nabi, Wali, orang-orang shaleh atau selainnya tersebut adalah sesembahan-sesembahan mereka, bahkan mereka mengingkari pengesaan Allah dalam peribadatan,  sebagaimana firman Allah Ta’ala,

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
“Bagaimana ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan”(QS. Shaad: 5).
Ayat di atas menunjukkan mereka mengingkari satu-satunya sesembahan yang hak adalah Allah, bahkan menetapkan bahwa sesembahan-sesembahan mereka selain Allah itu disifati dengan berhak disembah, karena dalam ayat tersebut mereka sebut sesembahan-sesembahan mereka dengan sebutan  “Aalihah”, yaitu makhluk-makhluk yang berhak untuk disembah. Meskipun mereka menyebut Allah dengan “Ilaah” juga, yaitu Dzat yang berhak untuk disembah, hanya saja mereka tidak mau mempersembahkan peribadatan untuk Allah saja atau dengan kata lain, mereka tidak mau meninggalkan syirik dalam beribadah.
  1. Mereka meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka ini adalah sesembahan perantara saja, maksudnya sesembahan selain Allah itu mereka yakini tidak bisa menciptakan, tidak bisa mengatur dan tidak memiliki alam semesta ini, namun mereka menyembahnya agar sesembahan itu mendekatkan diri mereka kepada Allah dan memperantarai diri mereka dengan Allah. Sebagaimana ucapan mereka dalam Al-Qur’an,
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
“Tidaklah kami menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya” (QS. Az-Zumar: 3).
Dan ucapan mereka yang lainnya dalam surat Yunus,
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka (musyrikin) berkata, “Mereka (sembahan selain Allah) itu adalah perantara kami di sisi Allah” (QS. Yunus: 18).
Jadi, alasan mereka menyembah sesembahan- sesembahan selain Allah tersebut adalah dengan maksud mencari qurbah  dan meminta syafa’ah, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Kesimpulan
Bahwa akar kesyirikan mereka adalah
Tholabul qurbah dan tholabus syafa’ah yang salah, yaitu mencari kedekatan dengan Allah dan meminta syafa’at (meminta didoakan) kepada perantara dengan cara mempersembahkan peribadatan kepada perantara tersebut. Diharapkan dengan itu, perantara tersebut menyampaikan keperluan mereka kepada Allah Ta’ala.
Ini adalah kesyirikan yang dilakukan oleh kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, walaupun kaum musyrikin menamakan kesyirikan mereka itu dengan nama taqarrubtawassul atau syafa’at, namun hal ini tidaklah merubah hakikatnya.
Dan kesyirikan tersebut terbantah, biidznillah, dengan dua perkara:
  1. Memahami konsep ibadah yang benar.
  2. Memahami konsep syafa’at yang benar dan perkara kedua inilah yang secara khusus disebutkan di dalam kaidah kedua ini.
Oleh karena itulah, penulis membawakan dalil tentang syafa’at yang ditetapkan keberadaannya dan syafa’at yang ditolak. Berikut ini penjelasannya:
Definisi Syafa’at
Syafa’at berasal dari kata asy-syaf’u (ganda) yang merupakan lawan kata dari al-witru (tunggal), yaitu menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda. Ini pengertian secara bahasa. Sedangkan secara istilah, Syafa’at berarti menjadi perantara (syafi’) bagi orang lain (masyfu’ lahu) untuk didapatkannya manfaat atau tertolaknya madharat  atau memintakan manfa’at untuk orang lain (masyfu’ lahu).

Faedah dari definisi :
  1. Dari definisi dapat kita simpulkan bahwa makna istilah syafa’at sesuai dengan makna bahasa, karena permintaannya ada genap (dua), permintaan dari syafi’ dan masyfu’ lahu.
  2. Hakikat syafa’at itu adalah permintaan, jadi apa yang dilakukan kaum musyrikin berupa meminta syafa’at (tholabus Syafa’ah) kepada perantara (syafi’) agar ia memintakan kebutuhan mereka kepada Allah. Sedangkan perantara yang mereka mintai syafa’atnya, di antaranya adalah para Nabi, wali, atau orang-orang sholeh yang sudah meninggal dunia, berarti kaum musyrikin berdo’a kepada perantara.
Di sinilah nampak kesyirikan mereka dalam meminta syafa’at, ketika mereka berdo’a kepada selain Allah. Contoh meminta syafa’at yang dihukumi syirik adalah seseorang datang ke kuburan wali atau tempat kramat yang diyakini bahwa ruh wali Allah menitis di tempat itu, lalu berdo’a, menyeru mayit atau ruh wali Allah tersebut. Perbuatan tersebut dapat digambarkan dalam dialog berikut ini.
Wahai Wali Allah, mintakan kepada Allah agar saya selamat dari Neraka!” atau “ Wahai Wali Allah, syafa’ati saya agar masuk Surga!” atau “Wahai Wali Allah, saya banyak berbuat dosa, engkau wali Allah yang dekat dengan-Nya, jika tidak engkau kasihani saya, ya Wali Allah, niscaya saya akan celaka dunia Akhirat, maka syafa’ati saya!” atau “Wahai Wali Allah, wahai sang penghilang duka, wahai sang pengangkat bala`,saya dalam kesempitan dan sedang tertimpa musibah, saya bersimpuh di hadapanmu, memohon belas-kasihmu, mohonlah kepada Allah agar mengangkat musibahku ini!” Ini semua adalah kalimat-kalimat syirik akbar!

Ditinjau dari ditetapkan atau tertolaknya, syafa’at terbagi dua macam:
  1. Syafa’at Mutsbatah /Maqbulah (ditetapkan keberadaannya/ diterima) dan
  2. Syafa’at manfiyyah/mardudah (ditiadakan/ditolak).
Pertama Syafa’at Mutsbatah /Maqbulah, yaitu:
Syafa’at yang didasarkan pada dalil yang Allah Ta’ala jelaskan dalam Kitab-Nya atau yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Sunnahnya, seperti firman Allah, surat Al-Baqarah: 255, yang sekaligus merupakan dalil keempat dalam kaidah kedua ini, berisikan tentang adanya syafa’at yang mutsbattah (ditetapkan keberadaannya).
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya” (QS. Al-Baqarah: 255).
Dan syafa’at tidaklah diberikan kecuali kepada orang-orang yang bertauhid.

Syafa’at Mutsbatah (ditetapkan) /Maqbulah (diterima) di Akhirat mempunyai tiga syarat:
Pertama, Allah meridhai orang yang mensyafa’ati (syafi’). Kedua, Allah meridhai orang yang diberi syafa’at (masyfu’ lahu). Ketiga, Allah mengizinkan pensyafa’at untuk mensyafa’ati. Syarat-syarat di atas dijelaskan Allah dalam firman-Nya,
وَكَم مِّن مَّلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لاَتُغْنِى شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلاَّ مِن بَعْدِ أَن يَأْذَنَ اللهُ لِمَن يَشَآءُ وَيَرْضَى
Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)” (QS. An-Najm: 26)
Lalu firman Allah,
يَوْمَئِذٍ لاَتَنفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلاَّ مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلاً
Pada hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya” (QS. Thaha: 109). Agar syafa’at seseorang diterima, maka harus memenuhi ketiga syarat di atas.

Kedua: Syafa’at manfiyyah/mardudah (tertolak).
Dalilnya telah disebutkan oleh penulis dalam kaidah kedua ini, tepatnya pada dalil ketiga. Penulis, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi rahimahullah dalam kaidah kedua ini mengatakan,
Syafa’at manfiyah (ditolak) adalah syafa’at yang diminta kepada selain Allah, dalam perkara yang tidak satupun yang mampu memberikannya kecuali Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Baqarah: 254).

Fungsi kaidah ini
Menghancurkan kerancuan pemikiran besar kaum musyrikin berupa mengambil perantara antara mereka dengan Allah dalam beribadah. Dengan hancurnya pemikiran tersebut, diharapkan mereka mudah menerima tauhid yang benar dan mudah mengenal hakikat syirik.

Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita ke jalan Allah dan memberikan manfaat dari kajian ini di dunia dan di akhirat. Wallahu A’lam





[1] Lihat Tafsir Ath-Thabary Juz 8/ hal 404 oleh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabary.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar